KARAWANG, Spirit
Sejumlah kalangan menilai program penambahan Ruang Kelas Baru (RKB) yang dilakukan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Karawang, tidak tetap sasaran. Pasalnya, banyak sekolah yang membutuhkan ruang kelas baru tidak mendapat program tersebut. Sebaliknya, banyak juga sekolah yang telah memiliki banyak ruang kelas mendapat program tersebut.
“Banyak sekolah yang kondisinya masih bagus dan masih layak pakai, tapi sudah mendapat bantuan rehab, sedangkan sekolah yang sudah tidak layak pakai tidak disentuh sedikitpun, ini ada apa sebenarnya,” ucap Kepala SDN Balonggandu I, Kecamatan Jatisari, Wartono, S.Pd., kepada Spirit Karawang, Selasa (25/11).
Pihak yang menentukan sekolah mana mendapat program RKB, tambah Tono, adalah pihak konsultan serta Kabid Sarana dan Prasarana Disdikpora Karawang. “Harusnya ada skala prioritas, mana sekolah yang lebih layak mendapat rehab, mana sekolah yang layak mendapat RKB. Sekolah kami misalkan, baru tahun ini mendapat rehab sejak tahun 1991, itupun hanya 3 ruang kelas, tidak semuanya. Namun ada sekolah yang masih baru malah mendapat anggaran rehab, dan juga mendapat RKB,” katanya.
Diungkap Tono, atas keadaan tersebut banyak kepala sekolah yang protes. Untuk itu, Tono meminta diberlakukan objektifitas penilaian baik yang dilakukan konsultan maupun dinas pendidikan. Harapan lainnya, tahun anggaran selanjutnya tidak lagi terjadi sekolah rusak tidak dapat sedangkan sekolah bagus mendapat program tersebut.
“Di SDN Baloggandu I aktifitas belajar mengajar dilakukan dengan sistim shift lantaran sekolah ini hanya punya delapan ruang kelas, sedangkan jumlah rombongan belajar ada 14, tidak sebanding. Jadi ada kelas pagi dan kelas siang,” tuturnya.
Kendala diberlakukannya sistim sekolah pagi dan siang, kata Tono, merugikan siswa yang kebagian sekolah siang. Pasalnya, dengan adanya aturan bagi siswa SD yang akan melanjutkan ke SMP harus menyertakan ijazah madrasah. Sementara sekolah madrasah dibuka pada siang hari, sehingga waktunya berbenturan. “Ini jelas jadi kendala. Karena mulai efektif tahun kemarin masuk SMP itu ada persyaratan harus mencantumkan ijazah Madrasah (DTA),” tegasnya.
Sementara itu, Ketua PC IPNU Kabupaten Karawang, Ahmad Jamaludin mendesak Disdikpora Karawang melakukan skala prioritas dalam pembangunan sarana pendidikan. Pasalnya, pembangunan-pembangunan sekolah dasar (SD) di Karawang dinilai tidak merata dan cenderung timpang.
“Aneh Disdikpora ini, banyak SD yang kondisinya lebih parah tapi yang dibangun yang tidak lebih parah. Ini terlihat adanya ketidak profesionalan kinerja dalam tubuh disdik,” ujar Jamal.
Hal tersebut membuat adanya kecemburuan sosial, sehingga membuat tidak kondusif diinternal Disdikpora tersebut, atas dasar itu juga persoalan-persoalan dalam tubuh kedinasan itu semakin berkembang saja.
“Kalau kondisinya tidak baik, maka akan menganggu KBM, dan pastinya juga yang jadi korbannya adalah para peserta didik, ini yang sangat tidak diharapkan,” imbuhnya.
Padahal, lanjutnya, para peserta didik ini menjadi investasi jangka panjang untuk menatap masa depan lebih baik. Tapi, karena fasilitas belajarnya tidak baik, membuat hasil pendidikan Karawang tidak baik juga.
“Pertama karena kondisi ruangan yang rusak membuat KBM tidak nyaman, kemudian guru yang mengajar juga tidak semangat. Efeknya peserta didik tidak mendapat pembelajaran sesuai yang diharapkan dan ditargetkan,” terangnya.
Dia mencontohkan, di SDN Barugbug II di Desa Barugbug, Kecamatan Jatisari, para peserta didik dipaksa belajar di tempat yang tidak representatif. “Ini terlihat adanya diskriminasi yang dilakukan diinternal kedinasan itu. Karenanya, peran pengawasan yang dimiliki oleh DPRD juga ini sangat dibutuhkan. Bukankah SDN Barugbug II itu sudah banyak dikunjungi, baik itu dari unsur pemerintah, DPRD bahkan Kemendikbud sendiri, tapi setelah kunjungan itu sampai hari ini tidak ada perubahan,” kata Jamal.
Berdasarkan pantauan Spirit Karawang, kondisi tersebut terjadi bukan hanya di SDN Balonggandu saja, di beberapa SD lainnya di Kecamatan Jatisari, Kecamatan Kotabaru, Kecamatan Cikampek dan Kecamatan Tirtamulya juga dilakukan hal serupa, yaitu kegiatan belajar mengajar (KBM) dilakukan 2 shift.
Sementara itu, Kepala Kadisdikpora Karawang, Agus Supriatman belum bisa ditemui, dan ketika Spirit Karawang mencoba menghubungi telepon genggam miliknya tidak aktif. (gus)
Posting Komentar