DALAM Alquran manusia memiliki beberapa sebutan: al-abid, an-nas, al-insan, al-basyar. Al-abid. Artinya, hamba yang melakukan ibadah, mengabdi kepada Allah.
Manusia disebut al-abid manakala berkumpul di dalamnya ruhani dan jasmani. Ketika ruhani dan jasmaninya berpisah, manusia disebut mayit dan gugurlah perintah ibadah kepadanya. Dengan kata lain, karena perintah ibadah itu jatuh pada saat berkumpul ruhani dan jasmani, berarti ibadah tersebut seharusnya dilakukan oleh ruhani dan jasmani secara bersamaan.
Ruhani memiliki sifat tidak mengenal lelah, sementara jasmani suka lelah jika melakukan sesuatu. Itulah sebabnya mengapa kita merasa lelah ketika salat tarawih sebanyak 20 rakaat, misalnya. Sementara banyak ulama yang mampu mengerjakan salat sunah dengan rakaat jauh lebih banyak tanpa merasa lelah bahkan menikmatinya? Jawabannya, karena mereka melalukannya dengan dominasi amal ruhani, sedangkan salat kita baru sebatas amal jasmani.
Kesimpulannya, jika ingin istiqamah dalam beribadah maka lakukan amal kita dengan dominasi ruhani di dalamnya. Caranya, perkuat ruhani kita agar dapat mengalahkan jasmani dengan cara memenuhi kebutuhan konsumsi ruhani secukupnya sebagaimana kita selalu berusaha memenuhi kebutuhan jasmani kita.
Tengoklah, apa yang telah kita lakukan bagi ruhani dan jasmani kita? Selama ini kita selalu berusaha keras memenuhi kebutuhan jasmani agar sehat dan kuat.
Dari sisi kuantitas, frekuensi makan untuk memenuhi konsumsi jasmani telah mampu dilakukan secara rutin dan istiqomah sebanyak 3 kali dalam sehari-semalam plus cemilan pula.
Dari sisi kualitas, kita pun selalu berusaha mengonsumsi makanan dengan gizi yang berimbang, empat sehat lima sempurna, bahkan tidak cukup, harus ditambah lagi rasa yang lezat dan nikmat walaupun harus membayar dengan harga sangat mahal.
Akan tetapi, pernahkah kita berusaha memenuhi kebutuhan ruhani dengan cara yang sama, gizi seimbang dan rasa nikmat ? Padahal, konsumsi ruhani itu hanya dua macam, yaitu ilmu dan zikir. Jumlah yang sangat sedikit bila dibandingkan dengan komsumsi jasmani yang sangat banyak dan beragam jenisnya. Jumlah yang sangat sedikit ini diperparah lagi dengan cara mengonsumsinya yang sangat sedikit pula baik dari sisi kuantitas apalagi kualitas.
Dari jenis konsumsi ruhani dalam bentuk ilmu, frekuensi menuntut ilmu baru mampu memenuhinya hanya satu kali dalam seminggu –dalam bentuk hadir di majlis taklim mingguan- itu pun masih dikurangi dengan lebih sering absen daripada hadirnya.
Dari konsumsi ruhani dalam bentuk zikir, melihat fasilitasnya bisa lebih tinggi frekuensinya yakni lima kali dalam sehari semalam dalam bentuk zikir ba’da salat lima waktu. Akan tetapi, kenyataannya, umumnya baru dua waktu yang agak rutin dilakukan, ba’da magrib dan subuh, itu pun masih terkurangi karena alasan sibuk atau ngantuk.
Penulis Ir. Karyan Gunawan (Sekretaris PCNU Karawang)
Posting Komentar