Hari Ini Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden
JAKARTA, Spirit
Indonesia akan memasuki era pemerintahan baru setelah pelantikan Presiden, Joko Widodo dan Wakil Presiden, Jusuf Kalla di Gedung MPR/DPR/DPD. Serah terima jabatan dengan Presiden, Susilo Bambang dan Wakil Presiden, Budiono yang domisioner, di Istana Negara, Jakarta, Senin (20/10).
JAKARTA, Spirit
Indonesia akan memasuki era pemerintahan baru setelah pelantikan Presiden, Joko Widodo dan Wakil Presiden, Jusuf Kalla di Gedung MPR/DPR/DPD. Serah terima jabatan dengan Presiden, Susilo Bambang dan Wakil Presiden, Budiono yang domisioner, di Istana Negara, Jakarta, Senin (20/10).
Setelah itu, presiden dan wakil presiden baru akan menjalankan tugas-tugasnya. Salah satu tugas yang segera akan dilakukan adalah mengumumkan nama-nama menteri kabinet yang akan membantu menjalankan pemerintahan selama lima tahun ke depan hingga 2019.
Banyak pihak yang bertanya-tanya bagaimana hubungan ketatanegaraan dan komunikasi politik antara pemerintah dan parlemen. Pasalnya, keduanya didukung dua kekuatan politik berbeda yang terbelah menjadi dua koalisi sejak pemilu presiden pada Juli 2014.
Presiden, Joko Widodo dan Wakil Presiden, Jusuf Kalla didukung koalisi Indonesia hebat (KIH) yang dimotori PDI Perjuangan. Sermentara parlemen didukung koalisi merah putih (KMP) yang dimotori Partai Gerindra.
Pertarungan kedua kekuatan politik ini tampak nyata di parlemen. Mulai dari revisi UU No. 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD) menjadi UU No. 17 tahun 2014 tentang MD3.
Substansi persoalan pada UU MD3 yang disetujui melalui mekanisme voting pada 8 Juli 2014 (malam menjelang pemilu presiden) itu adalah, pimpinan MPR dan DPR tidak otomatis diisi partai pemenang pemilu hingga partai peringkat kelima pada pemilu legislatif, tapi dipilih ulang anggota MPR dan DPR.
Pasal 84 UU MD3 ini kemudian mengubah peta politik di parlemen dan membuat KIH yang mendukung pemerintahan, dua kali kalah dalam pengisian kursi pimpinan DPR, MPR, dan tiga kali kalah dalam persetujuan paket UU politik.
Pada persetujuan paket UU Politik yakni UU tentang Pilkada dan UU tentang Pemda, koalisi KIH yang mendukung pemerintah kalah melalui mekanisme voting.
Puncaknya, pada pengisian kursi pimpinan DPR dan MPR, partai-partai politik anggota KIH sama sekali tidak mendapat kursi pimpinan MPR dan DPR karena semuanya dikuasai partai-partai politik anggota KMP.
Dengan asumsi, Partai Demokrat yang mendukung KMP maka kekuatan KMP di parlemen ada 353 kursi, sedangkan kekuatan KIH ada 207 kursi, sehingga kalau dilakukan voting dipastikan akan selalu dimenangkan KMP.
Tantangan berat
Dengan peta politik di parlemen, tentu saja pemerintahan Presiden, Joko Widodo dan Wakil Presiden, Jusuf Kalla akan menghadapi tantangan berat dalam mengajukan program-program pemerintahan yang harus meminta persetujuan parlemen.
Demikian juga pada rapat-rapat kerja dan rapat dengar pendapat antara kementerian maupun lembaga di pemerintahan dengan komisi-komisi di DPR, diperkirakan akan berlangsung keras dan tajam.
Alasannya, DPR yang salah satu fungsinya melakukan pengawasan terhadap pemerintah, tentu akan melontarkan kritikan-kritkan keras dan tajam terhadap kementerian dan lembaga.
Bahkan, dua pekan menjelang pelantikan presiden dan wakil presiden di MPR, muncul rumor yang menyebutkan ada pihak-pihak berupaya ingin menjegal atau menghalang-halangi acara kenegaraan diatur dalam konstitusi tersebut.
Namun kemudian, pimpinan KPU dan pimpinan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), menemui pimpinan MPR untuk memastikan pelantikan presiden dan wakil presiden akan berjalan lancar serta tidak ada upaya penjegalan.
Pimpinan MPR yang juga baru terbentuk kemudian menegaskan, pelantikan presiden dan wakil presiden akan berjalan lancar dan tertib.
Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas Padang, Saldi Isra, menilai, berdasarkan amanah konstitusi tidak mungkin MPR dapat menghalang-halangi pelantikan presiden dan wakil presiden, karena hal itu kewajiban MPR yang merupakan mandat rakyat.
Manuver politik
Menjelang pelantikan presidan dan wakil presiden, baik Joko Widodo dan Jusuf Kalla, maupun pimpinan MPR dan DPR melakukan manuver politik dengan saling mengunjungi.
Presiden terpilih Joko Widodo bertemu empat mata dengan Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie di sebuah restoran di Menteng, Jakarta, Selasa (14/10) sore.
Menurut Deputi Tim Transisi, Andi Widjajanto, pertemuan Jokowi dan Aburizal ini merupakan bagian dari safari politik Jokowi dalam membangun komunikasi dengan ketua umum partai-partai politik agar konstelasi politik nasional lebih cair.
Jokowi juga melakukan pertemuan dengan Ketua Dewan Pembina/Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto di kediaman keluarga Prabowo di Kebayoran Baru Jakarta, Jumat (17/10). Hal ini sekaligus perayaan ulang tahun tuan rumah.
Pertemuan baru terjadi sejak penyelenggaraan pemilu presiden yang berlangsung cukup "panas" tersebut diyakini sejumlah politisi dan pengamat dapat mencairkan kebekuan politik di antara kedua koalisi.
Peneliti senior dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris, menilai, pertemuan antara presiden terpilih Joko Widodo dan Ketua Dewan Pembina/Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto memberikan dampak positif karena dapat mendinginkan suhu politik yang masih terus panas.
Syamsuddin juga menilai, pertemuan antara kedua tokoh ini menjelang pelantikan presiden, Senin, 20 Oktober 2014, adalah waktu yang sangat tepat.
"Rakyat yang juga terkooptasi dalam dua kekuatan politik, pasti akan menyambut baik pertemuan ini," katanya.
Menurut dia, pertemuan antara Jokowi-Prabowo ini membuktikan tidak adanya konflik berkepanjangan. Kendati visi dan misi politik kedua tokoh tersebut saling berlawanan.
"Secara personal, mereka membuktikan mempunyai hubungan yang baik," katanya.
Bidang ekonomi
Syamsuddin juga menilai, pertemuan ini tidak hanya berpengaruh menurunkan suhu politik tapi juga di bidang ekonomi.
Sebelumnya, Joko Widodo juga pernah bertemu dengan pimpinan MPR, DPR, dan DPD yang baru terpilih di Jakarta.
Ketua DPR, Setya Novanto, secara pribadi memuji Joko Widodo yang dinilai lugas dan pintar sehingga cocok menjadi presiden.
Kesan tersebut diperoleh Setya Novanto ketika dirinya bersama pimpinan MPR, DPR, dan DPD bertemu dengan Jokowi, beberapa hari lalu.
Penilaian lain dari Novanto, Jokowi juga cukup berani membuat keputusan-keputusan sehingga bisa menjadi mitra yang baik badi DPR.
Bahkan, pertemuan antara Jokowi dan Prabowo, sungguh di luar dugaan Novanto karena dalam suasana politik yang panas, Jokowi justru melakukan pertemuan dengan Prabowo.
Novanto optimistis, hubungan pemerintah dan DPR akan berjalan baik menyusul pertemuan Joko Widodo dengan kedua tokoh utama dari KMP yakni Aburizal Bakrie dan Prabowo Subianto.
Novanto juga menyakini, pertemuan antara Jokowi dan Aburizal serta pertemuan antara Jokowi dan Prabowo bukan untuk "deal-deal" politik tapi mencairkan komunikasi politik guna membangun bangsa selama lima tahun ke depan.
"Program-program pemerintah yang baik dan pro-rakyat tentu akan didukung DPR," katanya.
Masyarakat berharap agar hubungan antara Pemerintah dan DPR dapat berjalan baik sehingga program-program pemerintah dapat berjalan lancar yang dampaknya dirasakan masyarakat. (ant)








Posting Komentar