Teddy Rusfendi : Tidak Ada Isinya
JAKARTA, Spirit
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar brankas dari kantor Bupati Karawang, Ade Swara dalam penyidikan dugaan tindak pidana pemerasan dalam pengurusan pengurusan izin Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL) atas nama PT Tatar Kertabumi.
"Tadi buka brankas, dilihat isinya ternyata kosong. Hasil penyitaan dulu kan ada brankasnya. Barusan saya diminta menjadi saksi untuk membuka brankas itu secara paksa," kata Sekretaris Daerah (Sekda) Pemkab Karawang, Teddy Rusfendi seusai menyaksikan pembukaan brankas di gedung KPK Jakarta, Selasa (14/10).
Brankas tersebut disita dari penggeledahan di kantor bupati Karawang pada 19 Juli 2014.
"Waktu itu brankasnya tidak bisa dibuka, akhirnya tadi dibuka secara paksa. Isinya kosong. Waktu itu kan saya yang menyaksikan penyitaan barang di sana. Brankasnya dari kantor, untuk persediaan," kata Teddy.
Menurut Teddy, brankas tersebut sebelum penyitaan memang tidak digunakan.
"Tadinya brankas untuk bendahara, tapi ternyata tidak digunakan, oleh bupati juga tidak digunakan, sampai kuncinya hilang dan tidak bisa dibuka, makanya dibuka secara paksa," ungkap Teddy.
Bendahara bupati, menurut Teddy, biasa menyimpan surat-surat berharga dalam brankas tersebut.
"Untuk menyimpan uang guna kegiatan rutin dan surat-surat berharga. Kalau uang dapat digunakan langsung untuk kegiatan," kata Teddy.
Brankas kosong berukuran sekitar 50 x 30 cm itu kemudian dibawa lagi ke Karawang oleh Teddy.
"KPK kan sudah tidak memerlukan lagi, makanya KPK minta ke kami karena brankasnya akan dirusak. Makanya disaksikan untuk dibuka. Kalau ada apa-apa di dalam kan disita, ternyata pas dibuka kosong-melompong," ungkap Teddy.
Perpanjangan penahanan
Ade Swara pada hari ini juga mendapatkan perpanjangan penahanan ketiga kali.
"Perpanjangan untuk ASW (Ade Swara) untuk 30 hari," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharga Nugraha.
Kasus ini bermula dari penangkapan Ade Swara dan istrinya Nurlatifah pada 18 Juli 2014 karena diduga menerima suap 424.349 dolar AS atau sekitar Rp 5 miliar dalam pengurusan izin SPPL atas nama PT Tatar Kertabumi.
KPK menyangkakan Ade dan Nur dengan pasal 12 e atau pasal 23 Undang-undang No. 31 tahn 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 421 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Bagi mereka yang terbukti melanggar pasal tersebut diancam pidana maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
Selain itu, KPK juga menyangkakan keduanya dengan tindak pidana pencucian uang dan mengenakan pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP mengenai orang yang menyamarkan harta kekayaan yang diduga berasal dari tindak pidana dengan ancaman pidana terhadap orang yang melanggar pasal tersebut adalah penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.
Informasi terakhir, PT Tatar Kertabumi pada Mei 2013 lalu diakuisisi oleh PT Agung Podomoro Land Tbk melalui PT Pesona Gerbang Karawang dengan membeli 99,9 persen saham PT Tatar Kertabumi senilai Rp 61 miliar. Luas lahan yang diakuisisi sekitar 5,5 hektare di Karawang untuk mengembangkan superblok mini.
+ komentar + 1 komentar
Pemerasan lain penyuapan euy
Posting Komentar