KUTAWALUYA, Spirit
Di akhir musim panen, yang biasa dilakukan masyarakat kecil bukan hanya ‘ngasag’, tetapi ‘ngajublag’, yaitu mengangkut tanah sawah yang dianggap sedimentasinya atau ketebalan lumpur tanahnya sudah tinggi.
Spirit Karawang menemui lima warga Desa Mulyajaya, Kecamatan Kutawaluya di areal pesawahan kering pasca panen, kelima orang itu mengambil keuntungan lebih demi uang untuk menghidupi keluarganya.
Mereka mengambil tanah sawah untuk dijual kepada sejumlah warga yang membutuhkan pengarugan lahan pekarangan itu, pengambilan tanah ini biasa diseut warga setempat ‘Ngajublag’, kegiatan ini biasanya dikerjakan secara berkelompok dan hasilnya dibagi rata.
Kata Sakmad (45), seorang pekerja ‘ngajublag’ mengatakan, kalau musim kemarau tiba, banyak areal pesawahan yang kering dan bisa diambil tanahnya untuk dijual ke warga yang membutuhkan pengarugan tanah.
“Ngajublag ini bisanya kami lakukan secara berkelompok, karena kalau tidak berkelomopk hasil yang kami peroleh akan sedikit, kami melakukan usaha ini dengan cara kerjasama dengan salah seorang pemilik mobil truk yang juga masuk dalam kelompok kami,” paparnya.
Penghasilan usaha ‘ngajublag’ ini terbilag lumayan, kadang-kadang dari hasil tersebut mendapatkan uang Rp 70-100 ribu sehari per orang, setelah dipotong ongkos mobil.
Namun, kelompok ‘ngajublag’ ini selalu meminta ijin kepada pemilik lahan sawah yang digali, karena memang kadang pemilik sawah banyak yang menyuruh kelompok ini untuk menggali sawahnya, karena dianggap sedimentasi tanah sawahnya terlalu tinggi.
Diakui Dadang (38), sopir mobil yang di pergunakan kelompok ‘ngajublag’, kegiatan yang dilakukan kelompoknya ini untungnya lumayan, jika jarak sawah dan tempat pembuangan tanah itu dekat, maka akan menghemat biaya besin. Kata dia, biasanya warga yang membeli tahan ‘ngajublag’ Rp 120 ribu per mobil kecil. “Nanti dipotong solar dan jajan berikut sewa mobil, baru setelah itu hasilnya dibagi rata," kata Dadang. (yan)
Posting Komentar