SMPN 2 Karawang Tak Punya Akses Angkot

KARAWANG, Spirit
Meski terbilang sekolah yang cukup banyak diminati siswa dengan bukti memiliki siswa yang mencapai 1.400 siswa yang terbagi ke dalam 36 rombongan belajar (rombel) dan masing-masing rombel terisi rata-rata 40 siswa, nyatanya SMPN 2 Karawang Barat yang berlokasi di jalan Dr. Taruno, Kelurahan Adiarsa Barat sangat sulit diakses angkutan umum. 

Hal itu disampaikan Kepala SMPN 2 Karawang, H. Mohamad Toha, saat dikunjungi Spirit Karawang, Senin (3/10). Dijelaskan Toha, dia menduga sulitnya akses angkutan umum yang menuju SMPN 2 Karawang karena lokasi sekolah tersebut yang kurang strategis meski jaraknya dengan lokasi pusat pertokoan tuparev hanya kurang dari 3 km. 

Namun, diakui Toha pada tahun 2005an sempat ada angkutan umum yang melintasi SMPN 2 Karawang, tetapi hal itu tidak berlangsung lama. Pasalnya, tukang ojeg dan tukang becak melarang angkutan umum kembali beroperasi melintasi sekolah tersebut.

“Karena letaknya yang kurang strategis, maka tidak heran background siswanya berasal dari kalangan menengah ke bawah,” ucapnya.

Untuk menyiasati lokasi yang kurang strategis itu, lanjutnya, atas hasil musyawarah dengan para wali murid, pihak sekolah tidak melarang siswanya membawa kendaraan bermotor, tetapi dengan syarat kendaraan tersebut tidak boleh di bawa masuk atau diparkir ke dalam wilayah SMPN 2 Karawang. Hal itu dilakukan apabila terjadi kehilangan atau kerusakan bukan merupakan tanggung jawab sekolah.

“Seandainya boleh diparkir ke dalam wilayah SMPN 2 Karawang, maka kami harus bertanggung jawab jika terjadi kerusakan atau kehilangan pada kendaraan siswa,” kilahnya.

Diakui Toha, jika kebijakan itu tidak diambil, maka dikahawatirkan siswanya akan sering datang terlambat ke sekolah yang kemudian akan berefek pada hasil prestasi akademis siswanya. Selain itu, kebijakan itu juga untuk menghemat biaya transport siswa ke sekolah. Pasalnya, jika menggunakan becak atau ojeg untuk sampai ke sekolah tentunya akan menambah beban pengeluaran transportnya.

Menurut Toha, di samping permasalahan sulitnya akses angkutan umum yang melintasi SMPN 2 Karawang, dia juga menyampaikan permasalahan kekurangan kelas yang dialami sekolahnya. Pasalnya, dengan diwajibkannya penerapan kurikulum 2013 (kurtilas) secara nasional sejak tahun ajaran baru 2014/2015, maka sekolah seharusnya menerapkan pembelajaran hanya satu shift dan tidak boleh double shift. Tetapi berhubung jumlah kelasnya belum memungkinkan untuk diterapkannya satu shift, maka terpaksa sekolahnya masih menggunakan double shift, kelas pagi dan kelas siang.

“Kelas IX dengan jumlah rombelnya ada 12 waktu belajarnya pagi hingga siang dan kelas VII dan kelas VIII jumlah rombelnya ada 24 waktu belajarnya siang hingga sore,” ungkapnya.

Dipisahkannya kelas IX dengan kelas VII atau dengan kelas VIII, jelasnya, karena kelas IX masih menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), sedangkan kelas VII dan kelas VIII sudah menggunakan kurtilas. Sehingga, jika kelas IX dibarengkan waktu belajarnya dengan kelas VII atau dengan kelas VIII maka akan memiliki perbedaan alokasi waktu belajarnya.

“Contohnya di KTSP, PAI memiliki waktu alokasi belajarnya 2 jam, sedangkan di kurtilas 3 jam, jika digabungkan akan sulit menyamakannya,” ungkapnya.

Untuk tahun pelajaran yang akan datang, lanjutnya, semua kelas akan menggunakan kurtilas, sehingga dituntut semua kelas harus seragam waktu pembelajarannya. Namun, Toha optimis mulai awal tahun depan sekolahnya akan menerima bantuan ruang kelas baru (RKB), sehingga tahap demi tahap sekolahnya akan mampu menerapkan pembelajaran satu shift.

“Kalau kelas sudah mencukupi untuk satu shift, maka tidak akan ada lagi double shift sesuai amanat kurtilas,” pungkasnya. (tif)

Share this video :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. POTRET KARAWANG - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger