SUDAH semestinya warga Kabupaten Karawang bangga terhadap daerahnya karena mampu melahirkan sebuah perguruan tinggi bernama Univesitas Singaperbangsa Karawang (Unsika). Universitas yang semula bernama Perguruan Tinggi Pangkal Perjuangan (PTPP) dan hanya memiliki dua fakultas, yakni Fakultas Hukum dan Fakultas Ekonomi, kini sudah diperhitungkan oleh pusat, sehingga beberapa waktu lalu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan Unsika menjadi perguruan tinggi negeri (PTN) bersama 10 perguruan tinggi lainnya di Indonesia.
Mengelola sebuah perguruan tinggi di daerah tentu bukan perkara mudah. Apalagi untuk Karawang dengan posisinya tidak jauh dari kota-kota yang sudah memiliki perguruan tinggi ternama. Sebut misalnya Depok dan Jakarta dengan UI-nya, Bogor dengan IPB-nya, Kota Bandung dengan ITB, Unpad, UPI, dan UIN, serta Sumedang (Jatinangor) dengan Unpad, ITB, dan IPDN-nya. Namun Unsika yang lahir 5 September 1965, ternyata mampu bertahan dan berkembang hingga dinilai pantas untuk berubah status.
Di usianya yang hampir setengah abad, pada tanggal 11 dan 12 Oktober, Unsika mewisuda angkatan ke 23, sebanyak 1.274 lulusan. Lulusan yang diwisuda ternyata bukan hanya program diploma dan strata satu, tetapi juga program magister. Ini sebuah prestasi yang patut mendapat apresiasi secara positif. Bayangkan, jika yang diwisuda lebih dari seribu orang, lalu berapa jumlah mahasiswa yang masih menempuh pendidikan saat ini? Ini artinya Unsika sudah mendapat kepercayaan dari masyarakat, khususnya orang tua mahasiswa yang mau menitipkan anaknya agar mendapat pendidikan di perguruan tinggi tersebut.
Syukurlah, sepertinya semua menyambut hangat tatkala Unsika dinyatakan berubah status menjadi perguruan tinggi negeri. Sejauh yang kita dengar, tokoh-tokoh masyarakat, legislatif, eksekutif memberikan ucapan selamat atas perubahan tersebut. Rasa bangga dan menyambut baik disampaikan mereka. Mudah-mudahan ini menjadi energi positif bagi Unsika dalam menapaki masa depan sebagai PTN. Dukungan lingkungan sudah jelas demikian besar tinggal bagaimana mengelola dukungan tersebut menjadi sinergis dan ada kontribusi imbal balik bagi masyarakat.
Bicara kontribusi dari Unsika, tentu jangan diartikan secara dangkal. Misalnya, pokoknya anak-anak Karawang harus diterima jadi mahasiswa tanpa syarat. Tentu bukan itu dan masyarakat juga jangan menuntut seperti itu. Sebab bicara Unsika adalah bicara tradisi akademisi. Di dalamnya ada ilmu pengetahauan, profesional, kejujuran, moralitas, dan etika. Jadi, semena-mena, kesewenang-wenangan, dan gampangan bukan lingkup kehidupan kampus dengan akademisnya. Tahapan dan proses tetap harus dilalui sebagaimana aturan-aturan yang berlaku.
Namun demikian, tidak salah jika Unsika dituntut memiliki tanggung jawab moral terhadap lingkungannya. Misalnya melalui bidang/lembaga pengabdian masyarakat harus dapat membagi pengetahuannya untuk kemajuan daerah. Unsika harus menjadi inspirasi dan memberi pengaruh positif untuk tumbuhnya budaya berpikir dan belajar. Jangan sampai pengaruh positif terhadap lingkungannya hanya menumbuhkan kos-kosan, kantin untuk mahasiswa, sementara pengaruh terhadap generasi usia sekolah agar melanjutkan kuliah tidak nampak.***
Posting Komentar