Dipicu Syarat Pendidikan Calon Kades
KARAWANG, Spirit
Suasana panas dan tegang sempat mucul dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Desa, di Ruang Rapat Fraksi Golkar DPRD Karawang, Selasa (21/10). Hal itu dipicu soal validasi syarat pendidikan calon kepala desa yang kemudian memicu silang pendapat antara Penjabat Sementara (Pjs) Kades Telagasari dengan pengurus Asosiasi Pemerintarah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) juga Forum Komunikasi Badan Permusyawaratan Desa (FKBPD) Karawang.
Pembahasan yang cukup mengundang ketegangan terjadi setelah Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora), melalui Kepala Bidang Pendidikan Nonformal dan Informal (Kabid PNFI) Amid Mulyana menyatakan tentang dasar validasi syarat pendidikan. Setiap orang yang terdaftar di lembaga Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) atau Pendidikan Luar Sekolah (PLS), terdaftar sebagai peserta ujian nasional kesetaraan dan dinyatakan lulus, sudah dinyatakan mempunyai ijazah formal.
“Setiap orang yang lulus paket,A,B, dan C, masing-masing mempunyai hak yang setara untuk dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang l;ebih tinggi. Pendidikannya non formal, tetapi ijazahnya menjadi formal karena dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan,” katanya.
Jawaban Amid tersebut, mendapat tanggapan dari Penjabat Sementara (Pjs) Kades Telagasari Oman. Dirinya menawarkan agar klausul dalam Perda juga mengakomodasi adanya keberbedaan teks yang terdapat dalam UU No 6 tahun 2014 yang menyebutkan ijazah formal, sementara di PP No 43 penyebutannya ijazah pendidikan formal.
Lontaran masukan tersebut segera direspons oleh delegasi Apdesi, H Abdul Halim. Dia meminta hal tersebut tidak terlalu perlu dibahas. Sambil berdiri dan mendekat ke arah Oman, mengatakan, “motifnya apa usul semacam itu. Kalau memang di UU sudah jelas, ngapain pakai PP untuk dijadikan rujukan?” ujar Abdul Halim, yang juga Kades Duren Kecamatan Klari.
Suasana rapat yang sebelumnya cukup dinamis, mendadak menjadi tegang. Apalagi, Sekretaris FKBPD Deden Nurdiansyah pun ikut berdiri menghampiri Oman.
Setelah pimpinan sidang memberikan pengertian, akhirnya panasnya suasana rapat pun agak mulai turun. Deden selanjutnya menyatakan rapat telah usai, dengan mengajak seluruh peserta dari Apdesi dan FKBPD keluar ruangan.
“Pimpinan sidang, saya kira ini rapat sudah selesai. Kawan-kawan, mari kita tinggalkan ruangan ini,” ajak Deden kepada kawannya yang lain.
Menanggapi hal tersebut, Kepala BPMPD Ahmad Hidayat menyatakan semua dinamika yang ada dalam rapat masih dalam batas kewajaran. Karena memang sifatnya mendengar untuk mendapatkan masukan. Nantinya, semua masukan akan dibahas untuk ditentukan dalam peraturan daerah.
“Sebetulnya tidak ada pertentangan. Sudut pandangnya ada yang secara filosofis-substansial ada yang tekstual-normatif. Namun, semangatnya tetap sama, ingin agar Perda menjadi lebih komprehensif,” ungkapnya.
Peserta diperluas
Rapat dengar pendapat (RDP) kali kedua yang digelar oleh Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Desa DPRD Karawang menghadirkan komponen lebih luas. Setelah sebelumnya hanya menghadirkan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD), kini ditambah dengan melibatkan Bagian Hukum Setda, Disdikpora, Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi), Forum Komunikasi Badan Permusyawaratan Desa (FKBPD) dan Persatuan Perangkat Desa se-Indonesia.
Ketua Pansus Ranperda Desa Teddy Luthfiana, menyatakan, agar peraturan daerah nantinya lebih lengkap dan mengakomodasi kepentingan sebagaimana ketentuan peraturan di atasnya, sangat wajar apabila pembahasannya sangat dinamis. “ Kita butuh masukan semua kalangan agar Perda nantinya lebih komprehensif,” katanya.
Berdasarkan pantauan Spirit Karawang dari Ruang Rapat 1, RDP kedua berjalan cukup dinamis. Berbagai masukan terkait waktu pelaksanaan dan persyaratan minimal pendidikan menjadi topik pembahasan dan usulan yang mendominasi.
“Kami ingin menagih janji kesepakatan yang telah kami lakukan oleh eksekutif, sekaligus kepastian diakhir Januari 2015 diselenggarakan pilkades,” ungkap Ketua FKBPD H Tamjid.
Sekretaris FKBPD Deden Nurdiansyah juga meminta ketegasan komitmen Pemkab Karawang utnuk tetap melaksanakan pilkades di bulan tersebut. Pihaknya sejak awal sudah memberikan usulan, untuk segera membentuk tahapan dan kepanitiaan.
“Kami harapkan tidak bergeser lagi. Yang terpenting, janji kesepakatan tetap dipenuhi. Kalaupun ada polemik tentang asal anggaran, waktu pencairan, sebetulnya sudah diperhitungkan oleh pemkab ketika melakukan kesepakatan dengan kami,” ujar Deden
Sementara itu H Abdul Halim, delegasi Apdesi Karawang, menyatakan, agar semua bisa bekerja sama dan serius melaksanakan Pilkades di Januari 2015.
Menanggapi hal tersebut, anggota Pansus Ahmad “Jimmy” Zamakhsyari, menyatakan, DPRD sesungguhnya tidak bermaksud untuk tidak menyetujui hal tersebut. Hanya saja kebisaan yang dilakukan dalam penganggaran RAPBD sampai penetapan, pencairannya baru biasa terjadi di bulan Maret. Tentu dia hanya ingin membutuhkan jawaban Pemkab, atas dasar apa bisa menyepakati pelaksaan di akhir Januari.
“Pada pembahasan Anggaran 2014, sebetulnya Kami sudah mempertanyakan ke Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) , mengapa tidak dianggarkan pelaksanaan pilkades. Padahal, pada tahun tersebut masa jabatan kades banyak yang habis. Pihak TAPD waktu itu menyatakan, karena ada Surat Edaran (SE) Mendagri yang melarang dilaksanakan pilkada dan pilkades. Padahal, seandainya dianggarkan dan tidak jadi dilaksanakan, kan bisa kembali ke kas daerah,” ujar Ketua DPC PKB Karawang ini.
Posting Komentar