Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karawang dinilai lamban dalam melakukan penindakan hukum kepada pelaku pelanggar Peraturan Daerah (Perda) Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan (K3). Padahal, Perda Nomor No 6 Tahun 2011 tersebut telah diberlakukan kurang lebih tiga tahun lalu.
Seperti disampaikan Ketua Forum Komunikasi Daerah Aliran Sungai Citarum (Forkadasc+), Yudi Wibiksana, lemahnya penegakan hokum tersebut lantaran belum adanya Peraturan Bupati (Perbup). Sehingga, uraian jelas tentang aturan, tata cara pelaksanaan pembebanan biaya paksaan penegakan hukum serta pengenaan sanksi administrasi belum diatur lebih lanjut dengan Perbup.
“Sebagai mana Perdanya, hal itu di atur dalam pasal Pasal 56. Dalam pasal tersebut dinyatakan tata cara pelaksanaan pembebanan biaya paksaan penegakan hukum serta pengenaan sanksi administrasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati,” ujar Yudi, yang dihubungi belum lama ini.
Ditambahkan Yudi, kalau misalnya perbup ini belum dibuat, maka setiap sanksi yang melanggar perda tersebut tidak akan berfungsi dilakukan. Padahal apabila segera ditentukan denda tentu akan menjadi pemasukan bagi pendapatan daerah. “Setiap pelanggar selain dikenakan sanksi administrasi dapat diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan itu masuk ke dalam kas daerah,” ujarnya.
Yudi sangat menyayangkan kalau selama ini perda tersebut masih belum ditindaklanjuti penerbitan perbup yang mengatur hukumnya secara teknis. Sehingga, tentu akan menjadi kesulitan tersendiri dalam melakukan penegakan Perda K3 ini.
“Bagaimana para pelanggar akan jera, kalau implementasi hukumannya saja tak dapat di tegakkan,” ujarnya.
Untuk itu, dirinya meminta Pemkab Karawang segera sigap dengan kondisi tersebut. Kondisi Karawang saat ini sudah harus melakukan tindakan nyata dengan tindakan hukum yang tegas menindak para pelanggar.
Dalam Perda tersebut, kata Yudi, disebutkan mengatur aturan seperti menebang, memangkas pohon milik pemerintah kabupaten tanpa izin. Lalu, membakar sampah, Limbah B3 atau benda-benda lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung, yang dapat mencemarkan atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lainnya.
“Termasuk juga menyebarkan atau menempelkan selebaran, poster, slogan, pamplet, kain bendera atau kain bergambar, spanduk dan sejenisnya di sepanjang jalan, pada rambu-rambu lalu lintas, tiang penerangan jalan, pohon-pohon ataupun di bangunan-bangunan lain, fasilitas umum dan fasilitas sosial, juga diatur dalam perda tersebut,” papar Yudi lagi.
Diterangkan pula olehnya, melakukan perubahan, merusak, menggangu, menebang, dan memindahkan sebagian atau seluruhnya pepohonan pelindung jalan dan tanaman lain yang merupakan fasilitas umum dengan benda-benda tempelan, membongkar, mewarnai yang memberikan pandangan tidak serasi, tidak rapi dan tidak bersih juga disebutkan dalam perda sebagai bentuk pelanggaran.
“Jadi semuanya, kalau memang benar-benar mau melakukan penegakan perda, sudah jelas rambu-rambunya. bahkan mengotori, merusak, mencorat-coret pada bangunan/monumen bersejarah, jalan, jembatan dan bangunan pelengkap jalan, rambu-rambu lalu lintas, pohonpohon ataupun di bangunan lain, fasilitas umum dan fasilitas sosial pun ada sanksi yang harus ditanggung oleh pelanggarnya. Sayangnya, secara teknis, itu semua belum dituangkan melalui Perbup,” ujarnya. (top)
Posting Komentar